Semua sudah paham, bahwa bahasa tulis dan bahasa lisan itu berbeda. Untuk sebagian yang telah jago pidato, sebagai orator, sangat mudah menyusun kata-kata di depan khalayak. Kalimat yang keluar mengalir lancar, kata-kata tersusun rapi dan membuat semua orang terkesima.
Tapi untuk sebagian lagi, untuk berbicara di depan umum, masih merupakan beban berat. Sehingga perlu persiapan yang matang. Mungkin semua berbentuk teks lengkap, sehingga ketika harus bebicara, cukup membaca teks yang disiapkan.
Sebagian yang lain, cukup menulis pokok-pokoknya, selebihnya ketika sudah di depan podium, akan mengalir bagaikan air.
Sebagaian pejabat kita, sudah mempunyai team konseptor naskah pidato yang terdiri dari multi disiplin ilmu. Sehingga semua pidato akan disiapkan oleh team sesuai dengan tema acaranya. Pejabat tersebut akan diserahkan beberapa saat sebelumnya,kemudian akan dikoreksi seperlunya. Dan tiba saatnya pejabat tersebut tinggal membacakan, lancar!!
Beberapa kali saya ikuti pidato-pidato pejabat yang tinggal membaca teks, rasanya sangat kering. Ruh nya gak ada. Seakan-akan kita hanya mendengar orang mengoceh, tanpa merasa perlu meresapinya. Tak ada "ikatan" batin antara lisan yang diucapkan dengan batin si pejabat. Andai kita bertanya ke pejabat tadi tentang isi pidatonya, paling dijawab, "mboh!!! Gak ngerti", ini andai pejabat tadi jujur. Lha..pejabat tadi aja tidak memahami apa yang dibicarakan, apalagi kita yang mendengarkan?. Maka jadilah semua itu sebagai tuntutan seremonial.
Saya diminta membuatkan sambutan pejabat, saya berusaha membuat yang terbaik, dengan mengutip beberapa pandangan ilmiah (biar kelihatan berbobot, hehe....), tapi setelah saya baca lagi, terasa betul bahwa "ini sambutan tertulis Aditya", bukan "sambutan tertulis pejabat". Karena saya selalu merasa ketika kita menulis sesuatu,maka ada ikatan ruh kita dengan tulisan itu.
Saya mencoba membaca dengan seksama, dan "membayangkan" pejabat tersebut membacanya. Andai pejabat tersebut mempunyai ruh terhadap materi yang dibacakan, tentu akan baik hasilnya,paling tidak kita yang mendengarkan bisa memahami dengan baik. Tapi jika sang pejabat pun hanya "sekedar" membaca, maka kita pun hanya "sekedar" mendengarkan.
Solusinya, jika memang pejabat tersebut tak punya waktu, maka alangkah baiknya walau pidato tersebut dibuatkan orang lain, tapi sebelum membacakan isinya, pejabat tersebut paling tidak sedikit memahami apa yang dibacakan. Sehingga ketika membaca, ada sedikit greget di dalamnya.
Kamis, 04 Maret 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar